NO SARA!!!
Radio Rimba Raya (
Desember 1948 - ...
1949) adalah
Radio
Republik Indonesia Darurat yang disiarkan dari
Dataran tinggi
Gayo, atau tepatnya di
Kecamatan Pintu Rime, yang sekarang
menjadi wilayah bagian
Kabupaten
Bener Meriah, oleh
Tentara Republik Indonesia Divisi X/
Aceh pimpinan
Kolonel Husin Yusuf.
Masa penyiaranRadio yang berdaya pancar 1
kilowatt dan
bekerja pada
frekuensi 19,25 dan 61
meter ini
mulai bersiaran sejak terjadinya
Agresi
Belanda I sampai dengan
Konferensi
Meja Bundar berakhir dan tentara pendudukan Belanda ditarik dari
Indonesia.
PenyiarPenyiar-penyiarnya adalah W. Schutz, Raden Sarsono, Abdullah Arief, M.
Syah Asyik, Syarifuddin, Ramli Melayu, Syarifuddin Taib, Syamsudin Rauf,
dan Agus Sam.
Pesan kemerdekaanMelalui radio inilah disiarkan pesan–pesan perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Karena pada saat itu
Yogyakarta yang merupakan ibu kota
Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia telah dikuasai
Belanda. Radio ini
memiliki panggilan sinyal: “Suara Radio Republik Indonesia”, “Suara
Indonesia Merdeka”, “Radio Rimba Raya”, “Radio Divisi X”, “Radio
Republik Indonesia”.
Membantah
provokasi BelandaRadio Rimba Raya berperan sangat besar terhadap kelangsungan
pemerintahan Republik Indonesia. Pada saat itu Belanda telah menguasai
ibu kota pemerintahan Indonesia. Dan mengumumkan lewat radio
Hilversum (milik
Belanda) kepada dunia, bahwa Negara Indonesia tidak ada lagi. Tapi
dengan suara yang sayup lantang dari Dataran Tinggi Tanah Gayo, Radio
Rimba Raya membatalkan berita tersebut dan mengatakan bahwa Indonesia
masih ada. Siaran itu dapat ditangkap jelas oleh sejumlah radio di
Semenanjung Melayu (Malaysia),
Singapura,
Saigon (
Vietnam),
Manila (
Filipina) bahkan
Australia dan
Eropa. Akhirnya, akibat
berita yang disuarakan itu, banyak negara dunia dengan serta merta
mengakui kemerdekaan Indonesia. Dan dengan ada berita yang disiarkan
Radio Rimba Raya merupakan pukulan “KO” bagi Pemerintahan Belanda.
_________________
LAGI GAK PUNYA SIGGY...