KPK diharapkan publik bisa menekan tindak korupsi di Indonesia
Penangkapan seorang hakim oleh KPK atas dugaan menerima suap dianggap tidak cukup untuk membuat efek jera, kata seorang pejabat badan antikorupsi.Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar menyatakan, selama pengawasan internal dan eksternal terhadap hakim tidak optimal, maka upaya penegakan hukum akan sia-sia.
Komisi Yudisial sendiri yang diharapkan menjalankan pengawasan dinilai juga belum leluasa bergerak terkendala keterbatasan wewenang di masa lalu juga tidak bersih dari suap.
Wartawan BBC Heyder Affan melaporkan tim penyidik KPK hari Jumat melanjutkan pemeriksaan terhadap hakim berinisial S, yang ditangkap hari Rabu (1/6).
Hakim pengawas yang bertugas di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat ini diduga menerima suap terkait sebuah perkara yang pernah dipimpinnya.
Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengatakan kepada BBC, tindakan hukum semata terhadap beberapa hakim yang diduga menerima suap atau melakukan korupsi tidak akan membuat efek jera.
Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch, ICW, sedikitnya sudah ada empat orang hakim yang dikenai tindakan hukum.
Namun upaya seperti ini dinilai tidak cukup untuk membuat jera oknum hakim, karena sanksi yang diberikan dianggap kurang tegas, kata pegiat ICW Emerson Yuntho:
Sementara itu, Komisi Yudisial, KY, sebagai lembaga pengawas eksternal kinerja para hakim, mengaku peran pengawasan yang mereka miliki, belum berjalan sesuai yang diinginkan.
Menurut Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Suparman Marzuki, kondisi itu terjadi akibat kewenangan mereka yang terbatas.
Ini bukan kali pertama hakim dan pejabat penegak hukum ditangkap basah menerima suap.
Empat tahun lalu, pimpinan KY Irawadi Joenoes divonis 8 tahun penjara karena terbukti menerima suap dalam pengadaan tanah untuk pembangunan kantor Komisi Yudisial.